Kamis, 29 September 2011

Merah-Putih'Q Slideshow Slideshow

Merah-Putih'Q Slideshow Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Merah-Putih'Q Slideshow Slideshow ★ to Cirebon. Stunning free travel slideshows on TripAdvisor

KRONOLOGI PROKLAMASI INDONESIA MERDEKA

6 agustus 1945
Pada tanggal 6 agustus 1945 kota Hiroshima di Jepang di bom oleh Amerika Serikat yang mengakibatkan moral tentara jepang diseluruh dunia menurun.

7 agustus 1945
Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Zyunbi IInkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.

9 agustus 1945
bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki pada tanggal 9 agustus 1945 sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

10 agustus 1945
Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio pada tanggal 10 agustus 1945 bahwa jepang telah menyerahakn diri kepada pihak sekutu. Para pejuang bawah tanah menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah dari Jepang dan bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI. Syahrir langsung memberitahukan tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah kepada Chairil Anwar. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.

Sejarah Bendera Merah Putih

  • Pengertian
    Asal kata
    · Bandira / Bandir yang artinya umbul-umbul
    · Bandiera dari Bahasa Itali Rumpun Romawi Kuno.
    · Dalam Bahasa Sangsakerta untuk Pataka, Panji, Dhuaja.
  • Bendera adalah lambang kedaulatan kemerdekaan. Dimana negara yang memiliki dan mengibarkan bendera sendiri berarti negara itu bebas mengatur segala bentuk aturan negara tersebut.
  • Menurut W.J.S. Purwadarminta, Bendera adalah sepotong kain segi tiga atau segi empat diberi tongkat (tiang) dipergunakan sebagai lambang, tanda dsb, panji tunggul.
  • Sejarah
    Bangsa Indonesia purba ketika masih bertempat di daratan Asia Tenggara + 6000 tahun yang lalu menganggap Matahari dan Bulan merupakan benda langit yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Penghormatan terhadap benda langit itu disebut penghormatan Surya Candra.
    Bangsa Indonesia purba menghubungkan Matahari dengan warna merah dan Bulan dengan warna putih. Akibat dari penghormatan Surya Candra, bangsa Indonesia sangat menghormati warna merah putih.
    Kedua lambang tersebut melambangkan kehidupan yaitu :
    Merah melambangkan darah, ciri manusia yang masih hidup,
    Putih melambangkan getah, ciri-ciri tumbuhan yang masih hidup,
    Warna Merah Putih dianggap lambang keagungan, kesaktian dan kejayaan.
    Warna Merah Putih itu bagi bangsa Indonesia khususnya bagi rumpun Aestronia pada umumnya merupakan keagungan, kesaktian dan kejayaan. Berdasarkan anggapan tersebut dapat dipahami apa sebab lambang perjuangan kebangsaan Indonesia, Lambang Negara Nasional, yang merupakan bendera berwarna Merah Putih.
    Kemudian bendera Merah-Putih bergelar “Sang” yang berarti kemegahan turun temurun, sehingga Sang Saka berarti berdera warisan yang dimuliakan.
    Makna warna bagi bangsa Indonesia
    MERAH : Gula Merah, Bubur Merah, Berani, Kuat, Menyala, Darah
    PUTIH : Gula Putih, Bubur Putih, Kelapa, Suci, Bersih, Hidup, Getah
  • Tata Krama
    1. Tidak boleh menyentuh tanah
    Logika : Bendera akan kotor
    Kiasan : Tanah merupakan tempat berpijak, maka bila bendera jatuh, seolah-olah menginjak bendera.
    2. Tidak boleh dibawa balik kanan
    Kiasan : Karena negara seperti mundur / kemunduran.

Makna Lambang Korps PASKIBRAKA

  • Untuk mempersatukan korps, untuk Paskibraka Nasional, Propinsi, dan Kabupaten / Kotamadya ditandai oleh lambang korps yang sama, dengan tambahan tanda lokasi terbentuknya pasukan.
    Lambang Korps Paskibraka sejak tahun 1973, dengan perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna kuning : PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA dan TAHUN 19 … (diujung bawah perisai) berisi gambar (dalam bulatan putih) sepasang anggota Paskibraka dilatar belakangi oleh Bendera Merah Putih yang berkibar ditiup angin dan 3 (tiga) garis horizon atau awan.
    Makna dari bentuk dan gambar tersebut adalah;
  • Bentuk perisai bermakna “Siap bela negara” termasuk bangsa dan tanah air Indonesia, warna hitam bermakna teguh dan percaya diri.
  • Sepasang anggota Paskibraka bermakna bahwa Paskibraka terdiri dari anggota putra dan anggota putri yang dengan keteguhan hati bertekad untuk mengabdi dan berkarya bagi pembangunan Indonesia.
  • Bendera Merah Putih yang sedang berkibar adalah bendera kebangsaan dan utama Indonesia yang harus dijunjung tinggi seluruh bangsa Indonesia termasuk generasi mudanya, termasuk Paskibraka.
  • Garis Horizon atau 3 (tiga) garis menunjukan ada Paskibraka di 3 (tiga) tingkat, yaitu Nasional, provinsi, dan Kabupaten / Kotamadya.
  • Warna kuning berarti kebanggaan, keteladanan dalam hal perilaku dan sikap setiap anggota Paskibraka.
Wassalam,
"Teratai Merah_Putih"

Senin, 19 September 2011

MAKNA LAMBANG ANGGOTA PASKIBRA

 
 
Makna dari lambang tersebut adalah :
  • Lambang berupa bunga teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas air, hal ini bermakna bahwa anggota Paskibraka adalah pemuda dan pemudi yang tumbuh dari bawah (orang biasa) dari tanah air yang sedang berkembang dan membangun.
  • Bunga teratai berdaun bunga 3 (tiga) helai tumbuh ke atas (mahkota bunga), bermakna belajar, bekerja, dan berbakti.
  • Bunga teratai berkelopak 3 (tiga) helai mendatar bermakna aktif, disiplin, dan gembira.
  • Mata rantai berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok penjuru (16 penjuru arah mata angin) tanah air.
    Rantai persaudaraan ini tanpa memandang asal suku, agama, status sosial, dan golongan, akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan yang kokoh dan kuat. Sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat ketahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota Paskibraka.
Wassalam,
"Teratai Merah_Putih"

Noda Paskibra,Bukti Kegagalan Pembinaan Sistem sekuler


Syabab.Com - Memalukan, demikian realitas anak negeri ini akibat sekularisme yang telah mencengkram mereka. Baru-baru ini, menjelang peringatan Kemerdekaan negeri ini, terungkap potret keborokan sebagian pelajar. Mungkin menjadi Paskibra menjadi kebanggaan sebagian pelajar di negeri ini. Tetapi apa yang harus dibanggakan ketika realitas noda paskibra tersingkap. Baru-baru ini terungkap adanya tindakan pelecehan seksual dan kekerasan yang menimpa para pelajar dalam paskibra oleh senior terhadap yuniornya.
Di dalam sistem sekuler--pemisahan islam dari hidup--, peluang perusakkan generasi sangat rentan. Bahkan hal itu terjadi terkadang tersistemetis. Fakta terkait hal ini dapat dilihat di dunia nyata.

Sebut saja, Paskibra, yang dianggap sebagai kelompok elit pengibar bendera, tetapi malah miskin moral. Senioritas memang ciri yang sangat melekat dalam perhimpunan pengibar bendera ini.

Atas nama kedisiplinan dan ketundukan kepada senior, para yunior terjajah hak-haknya untuk dipaksa mengikuti apa pun yang disuruh seniornya. Tanpa pengawasan dari pihak berwenang, tentu hal tersebut sangat berpotensi untuk melakukan tidakan amoral. Terlebih lagi, kerusakkan moral generasi muda hari berada pada titik nadhir yang sangat memprihatinkan.

Ini terbukti, seperti diberitakan oleh beberapa media, diduga selama proses pelatihan dan seleksi tim paskibra DKI Jakarta di Depok, senior melakukan tindakan pelecehan terhadap yuniornya.

Beberapa orang senior dalam Paskibraka wilayah DKI Jakarta, yang sedang dalam tugas melatih serta mengospek Paskibraka Junior Wilayah DKI, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap Junior Wanita.

Mereka, para Paskibraka senior didatangi para orang tua dari Paskibraka yunior wanita tersebut dan memarahi serta memprotes mereka. Para orang tua menyesalkan adanya tindakan yang tidak terpuji serta pelecehan yang dilakukan para senior tersebut.

Pada saat berada di rumah pelatihan Paskibraka di daerah Cibubur, para Paskibraka Junior wanita mengaku disuruh telanjang dari kamar ke tempat mandi dan ini selalu dilakukan selama pembinaan yang dilakukan pada bulan Juli 2010 lalu. "Ini yang kami takutkan melanggar moral," ujar A. Ritonga, salah seorang ortu tim paskibra yunior.
Tentu saja, para orang tua yang puterinya baru saja dilantik memprotes keras atas tindakan anarkis para senior paskibra itu. Hal ini dipicu oleh tindakan pelecehan seksual dan kekerasan paskibra senior terhadap yuniornya.

Perusakkan Generasi Menyusup di Sekolah

Ini baru yang terungkap oleh media, yang tidak terungkap bisa jadi lebih banyak lagi hal-hal yang dapat mengancam generasi negeri ini.

Memang, Paskibra sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah seringkali menuia masalah, terutama bagi generasi puteri Muslim. Atas nama keseragaman, para pelajar puteri Paskibra yang berkerudung dipaksa untuk melepaskan kerudungnya.

Beberapa tahun lalu, di Kediri, Kepala Dinas Pendidikan setempat mengakui telah meminta lima siswi MAN 3 Kota Kediri untuk melepaskan jilbab saat mengikuti seleksi Paskibra dengan alasan keseragaman.

Kadiknas Maki Ali menjelaskan, ketentuan melepaskan jilbab tersebut sudah menjadi ketentuan yang ditetapkan panitia penjaringan pusat.

"Bagaimana lagi wong aturannya demikian. Pelepasan jilbab itu untuk menjaga keseragaman penampilan pasukan pengawal bendera," ujar Maki Ali (detikNews, 2/5/2007).

Bukan hanya dalam pengibaran bendera saja, dalam beberapa perlombaan, Paskibra terkadang memaksa generasi Muslimah melepaskan kerudungnya, sehingga mereka harus mengumbar aurat. Semuanya atas nama keseragaman. Padahal, menutup aurat sudah menjadi kewajiban sebagai bentuk ketaatan seorang Muslimah terhadap perintah Sang Pencipta negeri ini.
Kasus lainnya, ketika para anggota tersebut terdiri dari putera dan puteri, campur baur atau ikhtilath kerap kali mewarnai. Inilah sekali lagi bukti, sistem sekularisme, yakni pemisahan Islam dari kehidupan telah menyebabkan generasi Muda Muslim terancam. Kegagalan pembinaan tersebut telah terbukti menuai perilaku tak bermoral.

Hari ini, kita menyadari serangan untuk merusak generasi muda Muslim terus menerus terjadi. Bila dibiarkan, maka tinggal menunggu waktu saja akan kehancuran negeri ini.

Berbeda halnya, bila sistem Islam menjadi landasan kehidupan, maka tidak akan ada pelecehan seksual dan kekerasan yang menimpa generasi. Tidak seperti dalam sistem sekuler, generasi berani berdosa hanya untuk keseragaman.

Sudah saatya, kaum Muslim menyelamatkan generasi muda mereka dengan Islam saja. Karena hanya dengan pembinaan secara Islam, maka perbuatan nista tersebut tak akan terjadi. Demikian juga, para pemegang kebijakan dan orang tua sudah sepatutnya kembali kepada tatanan Islam. [far/rcti/okezn/dtk/syabab.com]

Jumat, 16 September 2011

MATERI PASKIBRA (oleh teratai Paskibra "Merah Putih"

(PASKIBRA KECAMATAN ASTANAJAPURA 2010)


Janji Paskibra
  1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Sanggup menjaga dan menjunjung tinggi nama baik Almamater SMK Negeri 2 Kuripan.
  3. Sanggup mendahulukan kepentingan organisasi secara utuh.
  4. Sanggup menegakkan disiplin.
  5. Sanggup menjaga nama baik pribadi dan orang tua.
  6. Bertanggungjawab dan dapat dipercaya.

Sopan Santun di Meja Makan
  1. Susunan di meja makan a. Nasi di sebelah kanan;
    b. Lauk pauk di sebelah kiri nasi;
    c. Sayur mayur di sebelah kiri lauk pauk;
    d. Pencuci mulut di sebelah kiri sayur mayur;
    e. Teko dan gelas di sebelah kiri pencuci mulut.
  2. Susunan tempat makan a. Sendok dan garpu berada di sebelah kanan kiri;
    b. Piring dalam keadaan telungkup;
    c. Lap berada di sebelah kiri piring.
  3. Cara mengambil makanan Dalam cara pengambilan makanan, Putri yang mengambilkan makanan Putra dan searah dengan arah jarum jam (bergiliran).
  4. Cara makan a. Duduk siap;
    b. Badan tetap tegap;
    c. Tangan dekat siku menempel pada meja
Kepemimpinan
Kepemimpinan artinya adalah kegiatan seseorang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuannya.
Bagaimana cara mempengaruhinya?
Yaitu dengan memberikan contoh atau panutan dalam kehidupan sehari-hari, dengan membangkitkan semangat para bawahannya, kemudian dengan memberikan dorongan dengan pengarahan dan perbuatan. Hal ini sesuai dengan sistem kepemimpinan nasional di Indonesia yang menganut sistem among, yaitu :
1. Ing ngarso sung tulodo, yang berarti berada di depan sebagai pemimpin dan panutan bagi bawahannya;
2. Ing madya mangun karso, yang berarti berada di tengah yang dapat membangun kemauan bawahannya;
3. Tut wuri handayani, yang berarti berada di belakang yang dapat mendorong bawahannya dengan motivasi agar dapat berusaha lagi dan maju.
Hal-hal apa saja yang harus kita miliki agar dapat mempengaruhi orang lain?
Yaitu dengan cara :
1. Memiliki keimanan dan ketaqwaan pada Allah SWT yang kuat;
2. Memiliki kepercayaan diri;
3. Memiliki penampilan (performance) yang baik dan menarik;
4. Memiliki wawasan yang luas;
5. Memiliki kemampuan mengelola/mengurus (manajemen);
6. Menguasai teknik, taktik, strategi, dan politik;
7. Memiliki kemampuan melindungi setiap orang; dan
8. Memiliki delapan sikap mental sehat :
a. Pandai menyesuaikan diri;
b. Merasa puas atas hasil karya sendiri;
c. Lebih suka memberi dari pada menerima;
d. Realtif bebas dari ketegangan dan keresahan;
e. Suka membantu dan menyenangkan orang lain;
f. Dapat mengambil hikmah dari kegagalan;
g. Dapat mengambil penyelesaian yang konstruktif; dan
h. Dapat mengembangkan kasih sayang.
Selain itu, pemimpin yang indah adalah pemimpin yang mempunyai inisiatif dan mentalitas yang tinggi, kreatif, konstruktif, dan memiliki konsepsual yang dapat mencerna masalah.
Seorang pemimpin juga harus kritis, yaitu memiliki kemampuan dan keberanian dalam meluruskan masalah; meteorologis, yaitu dapat mengambil jarak; serta logis, yaitu sesuai dengan peraturan dan rasional.
Elemen yang harus ada dalam kepemimpinan, yaitu :
1. Leader (pemimpin);
2. Follower (sekelompok orang yang mengikuti pemimpin); dan
3. Leadership (jiwa memimpin, manajemen, administrasi, pengetahuan, dan sebagainya).
Yang perlu diingat adalah, bahwa pemimpin itu bukanlah suatu jabatan, melainkan kemampuan.
Profesionalisme
Profesionalisme adalah paham yang mengajukan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Sedangkan pengertian profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang dikerjakan seseorang. Profesional adalah suatu keahlian, kompetensi atau kualitas yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan profesinya atau pekerjaannya.
Tiga syarat profesional, yaitu :
1. Adanya keahlian;
2. Tanggung jawab;
3. Kejawatan.
Ciri-ciri profesional, antara lain :
1. Memahami karakteristik obyek;
2. Memiliki keterampilan khusus;
3. Memiliki keahlian di bidangnya;
4. Motivasi tinggi;
5. Kreativitas yang tinggi;
6. Berdisiplin;
7. Mandiri;
8. Mampu mengisi lowongan kerja sesuai pembangunan dan menciptakan kerja baik untuk dirinya maupun orang lain.
Langkah menuju sukses :
1. Tujuan;
2. Bagaimana cara; Sikap.
Bendera
Bendera adalah secarik benda berwujud kain tipis berisi bentukan dan warna, berkibar ditiup oleh angin pada sebatang tiang atau seuntai tali sebagai panji-panji, tanda ciri atau tanda pengingat. Warna untuk bendera merah putih, yaitu warna merah cerah dan putih jernih.
Arti pusaka :
1. Harta atau benda peninggalan orang yang telah meninggal;
2. Harta yang turun temurun dari nenek moyang.
Bentuk dan ukuran serta warna bendera kebangsaban Republik Indonesia
1. Berbentuk segi empat panjang berukuran 2 : 3 panjang. Bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih;
2. Panjang bendera 90 cm dan lebar 60 cm.
Sang merah putih pertama kali dikibarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, bertempat di Jakarta dan dikumandangkan lagu Indonesia Raya. Sang merah putih ditetapkan sebagai bendera negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bertempat di gedung Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Bendera merah putih dibawa kembai ke Jakarta tanggal 28 Desember 1949.
Kesulitan atau Gangguan yang Mungkin Terjadi
pada saat Tata Upacara Bendera
1. Kesulitan pada kerekan macet
Upacara tetap berjalan terus, setelah selesai kerekan dibetulkan.
2. Tali kerekan putus
Kelompok Pengibar Bendera berusaha menangkap bendera yang jatuh dan merentangkan bendera tegak lurus sampai upacara selesai, kemudian bendera dilipat sesuai dengan ketentuan untuk disimpan.
3. Tiang bendera jatuh/rebah
Kelompok Pengibar Bendera berusaha menangkap tiang bendera. Bila tidak memungkinkan dipertahankan seperti di atas.
4. Bendera terbalik
a. Apabila pemasangan bendera ke tali sudah benar namun membentangkannya salah, maka cukup dengan menukar tegangan/menarik bendera.
b. Apabila pemasangan bendera ke tali sudah salah, maka petugas segera memperbaiki bendera mulai dari melipat hingga merentangkan kembali bendera.
5. Cuaca buruk atau hujan
Apabila sebelum upacara dilaksanakan terjadi cuaca buruk atau hujan, maka penaikan bendera dibatalkan. Sedangkan pada saat upacara berjalan kemudian turun hujan, maka upacara dilanjutkan sampai bendera di puncak tiang bendera dan lagu kebangsaan selesai dinyanyikan.
Arti dan Warna Merah Putih
Warna merah dan putih telah dikenal oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak sekitar 6.000 tahun yang lalu. Warna merah melambangkan warna yang dapat menahan hawa jahat, sedangkan warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian hati ksatria. Pada saat perjuangan kemerdekaan, warna merah dan putih melambangkan keberanian dan ketulusan bunga bangsa dalam mempertahankan ibu pertiwi yang merupakan nyawa bagi suatu bangsa.
Tata Cara Peletakan Bendera Kebangsaan
1. Bendera merah putih diletakkan di sebelah kanan bendera/panji lain;
2. Apabila jumlah bendera yang ada berjumlah genap, maka bendera merah putih diletakkan di sebelah kanan;
3. Apabila jumlah bendera yang ada berjumlah ganjil, maka bendera merah putih diletakkan di tengah-tengah bendera/panji lain;
4. Apabila bendera sudah usang atau tidak layak, maka sebaiknya bendera dibakar agar tidak mengurangi nilai kehormatannya.
Sejarah Penyelamatan Bendera Pusaka
(Sumber : Penyambung Lidah Rakyat, karangan Cindy adam)
Setelah Agresi Militer Belanda II, Soekarno mengutus Mutahar untuk menyelamatkan Bendera Pusaka. Agar tidak terlihat sebagai bendera, maka Mutahar memutuskan untuk memisahkan jahitan bendera tersebut menjadi dua bagian, secarik kain merah dan secarik kain putih, kemudian dimasukkan ke dalam kopornya.
Di tengah perjalanan, Mutahar tertangkap oleh Belanda, namun akhirnya dalam perjalanan itu beliau dapat meloloskan diri dan mengungsi di kediaman Sarjono (seorang anggota delegasi). Selanjutnya Mutahar mendapat kabar dari Soekarno agar bendera tersebut diserahkan saja kepada Sarjono. Karena pada saat itu yang boleh menemui Soekarno hanya anggota delegasi saja. Maka atas jasanya pada tahun 1961, Mutahar diberikan gelar Bintang Mahaputera dalam usahanya menyelamatkan Bendera Pusaka.
Sejarah Pengibaran Bendera Pusaka
Bendera Pusaka dikibarkan pada tahun 1945 di Jakarta. Namun pada tahun 1946 – 1948 Bendera Pusaka dikibarkan di Yogyakarta. Pada waktu itu dikibarkan dengan formasi 5 orang (3 putri dan 2 putra), formasi ini berdasarkan Pancasila.
Bendera Pusaka dikibarkan sejak tahun 1945 – 1966 dengan formasi tersebut, sedangkan sejak tahun 1967 mulai menggunakan formasi pasukan 17-8-45 dan sejak saat itu pula Bendera Pusaka diganti dengan Bendera Duplikat.
Bendera Duplikat dibuat di Balai Penelitian Tekstil Bandung yang dibantu oleh PT Ratna di Ciawi, Bogor. Upacara penyerahan Bendera Duplikat dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 1969 di Istana Negara Jakarta yang bertepatan dengan reproduksi Naskah Proklamasi Kemerdekaan. Bendera Duplikat mulai dikibarkan bersama dengan utusan-utusan dari 26 propinsi sejak tahun 1969 sampai dengan sekarang.
Bendera Duplikat dibuat dari benang wol dan terbagi menjadi 6 carik kain (masing-masing 3 carik merah dan putih). Sedangkan Bendera Pusaka terbuat dai kain sutera asli.
Nama pasukan pengibar bendera pada tahun 1967 – 1972 dinamakan Pasukan Pengerek Bendera, sedangkan mulai tahun 1973 sampai dengan sekarang dinamakan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Regu-regu pengibar sejak thun 1950 – 1966 diatur oleh rumah tangga kepresidenan, setelah itu diganti oleh Direktorat Pembinaan Generasi Muda.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 menetapkan peraturan tentang Bendera Pusaka, tanggal 26 Juni 1958 dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 65 tahun 1958 dan penjelasan dalam tambahan Lembaran Negara Nomor 1.633, diundangkan pada tanggal 10 Juli 1958. Dalam peraturan tersebut, hal-hal penting yang dimuat antara lain :
1. Bendera Pusaka ialah bendera kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 (Pasal 4 ayat 1);
2. Bendera Pusaka hanya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus (Pasal 4 ayat 20;
3. Pada waktu penaikan atau penurunan bendera kebangsaan, maka semua yang hadir tegak, berdiam diri sambil menghadap muka kepada bendera sampai upaca selesai. Mereka yang berpakaian seragam dari suatu organisasi memberi hormat menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya itu. Sedangkan mereka yang tidak berpakaian seragam memberi hormat dengan meluruskan tangan ke bawah dan melekatkan telapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha dan semua jenis penutup kepala harus dibuka kecuali kopiah, ikat kepala, sorban, dan tudungan atau topi wanita yang dipakai menurut agama atau adar kebiasaan (Pasal 20);
4. Pada waktu dikibarkan atau dibawa, bendera kebangsaan tidak boleh menyentuh tanah, air, atau benda-benda lain. Pada bendera kebangsaan tidak boleh ditaruh lencana, huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain (Pasal 21).
Wassalam,
"Teratai Merah_Putih"

Selasa, 06 September 2011

Sejarah Paskibra Kecamatan Astanajapura (tmpat perjuanganQ n frnd)

SEJARAH PEMBENTUKAN PASKIBRAKA

  BENDERA PUSAKA

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945, jam 10.00 pagi, di Jln. Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Setelah pernyataan kemerdekaan Indonesia, untuk pertama kali secara resmi, bendera kebangsaan merah putih dikibarkan oleh dua orang muda-mudi yang dipimpin oleh Bapak Latief Hendraningrat. Bendera ini dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati Soekarno. Bendera inilah yang kemudian disebut "Bendera Pusaka". Bendera Pusaka berkibar siang dan malam di tengah hujan tembakan, sampai Ibukota Republik Indonesia dipindah ke Yogyakarta. Pada tanggal 4 Januari 1946, aksi teror yang dilakukan Belanda semakin meningkat maka Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta dengan menggunakan kereta api. Bendera Pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam kopor pribadi Presiden Soekarno. Selanjutnya, Ibukota Republik Indonesia dipindakan ke Yogyakarta.
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan, agresinya yang ke dua. Pada saat Istana Presiden, Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Bapak Husein Mutahar dipanggil oieh Presiden Soekarno dan ditugaskan untuk menyelamatkan Bendera Pusaka. Penyelamatan Bendera Pusaka ini merupakan salah satu bagian dari sejarah untuk menegakkan berkibarnya Sang Merah Putih di persada bumi Indonesia. Untuk menyelamatkan Bendera Pusaka itu. Agar dapat diselamatkan, Bapak Husein Mutahar terpaksa harus memisahkan antara bagian merah dan putihnya.
Pada saat penyelamatan Bendera Pusaka, terjadi percakapan antara Presiden Soekarno dan Bapak Husein Mutahar. Percakapan tersebut dapat dilihat dalam buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat" karangan Cindy Adams. Berikut petikannya: `Tindakanku yang terakhir adalah memanggil Mutahar ke kamarku (Presiden Soekarno, pen.). "Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu", kataku ringkas. "Dengan ini, aku memberikan tugas kepadamu pribadi.
Dengan ini, memberikan tugas kepadamu untuk menjaga Bendera kita dengan nyawamu, ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera Pusaka ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya." Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Di sekeliling kami, born berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung jawabnya sungguh be rat. Akhirnya, is memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan bendera itu.
Akhirnya dengan bantuan Ibu Perna Dinata, benang jahitan di antara Bendera Pusaka yang telah dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati berhasil dipisahkan. Setelah bendera menjadi dua, masing-masing bagiannya itu, merah dan putih, dimasukkan pada dasar dua tas milik Bapak Husein Mutahar, Selanjutnya pada kedua tas tersebut, dimasukkan seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya. Bendera Pusaka dipisah menjadi dua karena Bapak Mutahar berpikir bahwa apabila Bendera Pusaka merah putih dipisahkan, tidak dapat disebut Bendera, karena hanya berupa dua carikkain merah dan putih. Hal ini untuk menghindari penyitaan dari pihak Belanda.
Setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditangkap dan diasingkan, kemudian Bapak Husein Mutahar dan beberapa staf kepresidenan ditangkap dan diangkut dengan pesawat dakota. Ternyata, mereka dibawa ke Semarang dan ditahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Bapak Husein Mutahar berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.
Di Jakarta, beliau menginap di rumah Sutan Syahrir Selanjutnya, beliau kost di Jln. Pegangsaan Timur No. 43, di rumah Bapak R. Said Sukanto Tjokrodiatmodjo (Kapolri I). Selama di Jakarta, Bapak Husein Mutahar selalu mencari informasi bagaimana caranya agar dapat segera menyerahkan Bendera Pusaka kepada Presiden Soekarno.
Sekitar pertengahan bulan Juni 1948, pada pagi hari, Bapak Husein Mutahar menerima pemberitahuan dari Bapak Soedjono yang tinggal di Oranye Boulevard (sekarang J1n. Diponegoro) Jakarta. Isi pemberitahuan itu adalah bahwa ada surat pribadi dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepada Bapak Husein Mutahar. Pada sore harinya, surat itu diambil oleh beliau dan ternyata memang benar berasal dari Presiden Soekarno pribadi yang pokok isinya adalah perintah Presiden Soekarno kepada Bapak Husein Mutahar supaya menyerahkan Bendera Pusaka yang dibawanya kepada Bapak Soedjono agar Bendera Pusaka tersebut dapat dibawa dan diserahkan kepada Presiden Soekarno di Bangka (Muntok).
Presiden Soekarno tidak memerintahkan Bapak Husen. Mutahar datang ke Bangka untuk menyerahkan sendiri Bendera Pusaka itu langsung kepada Presiden Soekarno tetapi menggunakan Bapak Soedjono sebagai perantara. Tujuannya adalah untuk menjaga kerahasiaan perjalanan Bendera Pusaka dari Jakarta ke Bangka. Alasannya, orang-orang Republik Indonesia dari Jakarta yang diperbolehkan mengunjungi tempat pengasingan Presiden Soekarno pada waktu itu hanyalah warga-warga Delegasi Republik Indonesia, antara lain, Bapak Soedjono, sedangkan Bapak Husein Mutahar bukan sebagai warga Delegasi Republik Indonesia.
Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Bapak Soedjono, dengan meminjam mesin jahit milik seorang Isteri Dokter, Bendera Pusaka yang terpisah menjadi dua dijahit kembali oleh Bapak Husein Mutahar persis di lubang bekas jahitan aslinya. Akan tetapi, sekitar 2 cm dari ujung bendera ada sedikit kesalahan jahit. Selanjutnva, Bendera Pusaka ini dibungkus dengan kertas koran dan diserahkan kepada Bapak Soedjono untuk diserahkan kepada Presiden Soekarno. Hal ini sesuai dengan perjanjian Presiden Soekarno dengan Bapak Mutahar seperti dijelaskan di atas. Dengan diserahkannya Bendera Pusaka kepada orang yang diperintahkan Bung Karno, selesailah tugas penyelamatan Bendera Pusaka oleh Bapak Husein Mutahar. Setelah berhasil menyelamatkan Bendera Pusaka, beliau tidak lagi menangani masalah pengibaran Bendera Pusaka. Sebagai penghargaan atas jasa menyelamatkan Bendera Pusaka yang dilakukan oleh Bapak Husein Mutahar, Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerah-kan Bintang Mahaputera pada tahun 1961 yang disematkan sendiri oleh Presiden Soekarno.

PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH DI GEDUNG AGUNG YOGYAKARTA


Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-2 Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Soekarno memanggil salah seorang ajudan beliau, yaitu Mayor (L) Husein Mutahar. Selanjutnya, Presiden Soekarno memberi tugas kepada Mayor (L) Husein Mutahar untuk mempersiapkan dan memimpin upacara peringatan Proldamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1946, di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Bapak Husein Mutahar berpikir bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa, pengibaran Bendera Pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda se-Indonesia. Kemudian, beliau menunjuk 5 orang pemuda yang terdiri atas 3 orang putri dan 2 orang putra perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk melaksanakan tugas. Lima orang tersebut merupakan simbol dari Pancasila. Salah seorang dari pengibar bendera tersebut adalah Titik Dewi pelajar SMA yang berasal dari Sumatera Barat dan tinggal di Yogyakarta.
Pengibaran Bendera Pusaka ini kemudian dilaksanakan lagi pada peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1947 dan tangga 17 Agustus 1948 dengan petugas pengibar bendera tetap orang dari perwakilan daerah lain yang ada di Yogyakarta.
Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta beberapa pemimpin Republik Indonesia lainnya, tiba kembali di Yogyakarta dari Bangka dengan membawa serta Bendera Pusaka. Pada tanggal 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka kembali dikibarkan pada upacara peringatan detik-detik Proldamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di depan Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Tanggal 27 Desember 1949, dilakukan penandatanganan. naskah pengakuan kedaulatan di negeri Belanda dan penyerahan kekuasaan di Jakarta. Sementara itu Di Yogyakarta, dilakukan penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat. Tanggal 28 Desember 1949, Presiden Soekarno kembali ke Jakarta untuk memangku jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat.
Setelah empat tahun ditinggalkan, Jakarta kembali menjadi Ibukota Republik Indonesia. Pada hari itu, Bendera Pusaka Sang Merah Putih dibawa ke Jakarta. Untuk pertama kali, peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1950, diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta. Bendera Pusaka Sang Merah Putih berkibar dengan megahnya di tiang 17 m dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh seluruh bangsa Indonesia. Regu-regupengibar dari tahun 1950-1966 dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan.

BERDIRINYA DIREKTORAT JENDERAL URUSAN PEMUDA DAN PRAMUKA (DITJEN UDAKA) DAN LATIHAN PANDU INDONESIA BERPANCASILA
Pada saat memperingati ulang tahun ke-49, tanggal 5 Agustus 1966, Bapak Husein Mutahar menerima "kado" dari pemerintah: beliau diangkat menjadi Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah berpindah-pindah tempat/kantor kerja dari Stadion Utama Senayan (Gelora Bung Karno) ke bekas Gedung Dep. PTIP di Jalan Pegangsaan Barat. Ditjen UDAKA akhirnya menempati gedung bekas NAKERTRANS Jalan Merdeka Timur No.14. Suatu kegiatan yang diadakan Ditjen UDAKA ada kaitannya dengan Paskibraka kelak adalah Latihan Pandu Indonesia ber-Pancasila. Latihan ini sempat diujicobakan 2 kali pada tahun 1966 dan tahun 1967, kemudian dimasukkan kurikulum ujicoba Pasukan Pengerek Bendera Pusaka tahun 1967 yang anggotanya terdiri atas para Pramuka Penegak dan Gugus depan-Gugus depan di DKI Jakarta.

PERCOBAAN PEMBENTUKAN PASUKAN PENGEREK BENDERA PUSAKA TAHUN 1967 DAN PASUKAN PERTAMA TAHUN 1968
Tahun 1967, Bapak Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soeharto untuk menangani lagi masalah pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar dan pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.       Kelompok 17- PENGIRING/PEMANDU
2.       Kelompok 8 - PEMBAWA/INT1
3.       Kelompok 45- PENGAWAL
Ini merupakan simbol/gambaran dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia: 17 Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu, dengan situasi dan kondisi yang ada, beliau melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/ Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran Bendera Pusaka. Semula, rencana beliau untukkelompokpengawal 45 akan terdiri dari para mahasiswa AKABRI (generasi muda ABRI •sekarang TNI), tetapi libur perkuliahan dan transportasi Magelang - Jakarta menjadi kendala, sehingga sulit dilaksanakan. Usul lain untuk menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, MARINIR. dan BRIMOB) juga tidak mudah. Akhirnya, kelompok pengawal 45 diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi dan sekaligus mereka bertugas di istana, Jakarta.
Pada tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan propinsi. Akan tetapi, propinsi - propinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan, sehingga masih harus ditambah oleh mantan anggota pasukan tahun 1967. Tahun 1969 karena Bendera Pusaka kondisinya sudah terlalu tua sehingga tidak mungkin lagi untuk dikibarkan, dibuatlah duplikat Bendera Pusaka. Untuk dikibarkan di tiang 17 m Istana Merdeka, telah tersedia bendera merah putih dan bahan bendera (wol) yang dijahit 3 potong memanjang kain merah dan 3 potong memanjang kain putih kekuning-kuningan.
Bendera Merah Putih Duplikat Bendera Pusaka yang akan dibagikan ke daerah terbuat dari sutra alam dan alat tenun asli Indonesia, yang warna merah dan putih langsung ditenun menjadi satu tanpa dihubungkan dengan jahitan dan warna merahnya cat celup asli Indonesia. Pembuatan Duplikat Bendera Pusaka ini dilaksanakan oleh Balai Penelitian Tekstil Bandung dibantu PT Ratna di Ciawi Bogor. Dalam praktik pembuatan Duplikat Bendera Pusaka, sukar untuk memenuhi syarat yang ditentukan Bapak Husein Mutahar karena cat asli Indonesia tidak memiliki warna merah bendera yang standar dan pembuatan dengan alat tenun bukan mesin memerlukan waktu yang lama.
Tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta, berlangsung upacara penyerahan Duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan Reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presidcn Soeharto kepada Gubernur seluruh Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar di seluruh Ibukota Propinsi dapat dikibarkan Duplikat Bendera Pusaka dan diadakan pembacaan naskah Proklamasi bersamaan dengan upacara peringatan Hari Proklamasi 17 Agustus di Istana Merdeka Jakarta. Selanjutnya, Duplikat Bendera Pusaka dan Reproduksi Naskah Proklamasi juga diserahkan kepada Kabupaten-Kota dan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera duplikat (yang dibuat dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik indonesia, tanggal 17 Agustus 1969, sedangkan Bendera Pusaka terlipat dalam kotak bertugas mengantar dan menjemput Bendera Duplikat yang dikibarkan/diturunkan.
Pada tahun 1967 s.d. tahun 1972, anggota Pasukan Pengibar Bendera adalah para remaja SMA setanah air Indonesia, yang merupakan utusan dari 26 propinsi di Indonesia. Setiap propinsi, diwakili oleh sepasang remaja yang, dinamakan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Pada tahun 1973, Bapak Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk anggota pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan Paskibraka. Pas berasal dari Pasukan, dan kib; berasal dari pengibar, ra berasal dari bendera dan ka dari pusaka. Mulai saat itu, singkatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah Paskibraka.

(dikutip dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Paskibraka 2010 oleh Kemenpora RI )

Last Updated ( Wednesday, 26 January 2011 16:01 )
Valid XHTML and CSS.

Purna Paskibraka Indonesia - Jakarta Pusat

Senin, 05 September 2011

Puisi di atas merah putih (cerpen milik TAHA)


PUISI DI ATAS MERAH PUTIH

PASMANTAP (PASKIBRA KECAMATAN ASTANAJAPURA)

TAHA
Gemuruh teriakan dan jeritan riuh memekakan telinga dipadang rumput itu. Padang rumput yang kelabu karena tertimpa sinar pucat rembulan yang muram. Muram melihat kejadian dibawahnya. Mayat bergelimangan seperti botol kecap yang tiarap dan tutupnya terbuka, mengalirkan darah kental ditanah. Darah dari mayat Syuhada’ dan para kompeni keparat itu.
Meskipun hanya bersenjata seadanya -parang, celurit, sundu bahkan bambu kuning yang diruncingi ujung-ujungnya-, para pahlawan pertiwi berseragam hijau kacang kapri itu, menggempur kompeni – kompeni itu tanpa ampun. Semangat berkobar-kobar. Prajurit-prajurit kompeni kewalahan. Terdesak.
Seorang jejaka pribumi bertempur dengan sangat hebat. Membabat setiap kompeni dihadapannya. Kocar–kacir prajurit kompeni dibuatnya. Namun, seorang kompeni sedang membidiknya. Dan ” Dar….”  peluru meroket. ” Allahuakbar….” peluru itu menelusup pas dijantung jejaka itu. Berhenti. Detak jantung merah putih itu berhenti. Mati.
Kemudian semuanya gelap. Semu.

***

Aku terbangun dari tidurku. Nafasku terpacu seperti habis maraton. Keringat membanjiri kulitku. ” Astagfirullahaladzim…”  desahku.
Ali, teman sebangkuku, memandangku heran ”  kenapa Bar? Mimpi itu lagi? ” tanyanya.
Aku mengangguk. Sungguh aneh. Aku selalu memimpikan peristiwa itu. Dan selalu terjadi pada tanggal 1O November. Mulai dari bulan pertama aku masuk Madrasah Aliyah ini sampai sekarang, sampai bahkan aku mendekati UAN.
Kuarahkan pandanganku ke sekitar penjuru kelas. Suasana ramai. Ada yang ngobrol, bergosib, bahkan tidur. Sementara kepalaku masih terasa pening karena mimpi itu. Setelah agak baikan karena telah kupijit– pijit pada bagian kening, aku memandang jam dinding kelas. Baru pukul 09:30. Kemudian, kualihkan pandanganku keluar jendela -kebetulan bangkuku terletak didekat jendela lantai dua-. Rupanya orang itu belum ada. Orang yang kata teman–temanku sinting, dan akupun beranggapan demikian, yang selalu berdiri tegak didepan tiang bendera sambil hormat setiap tanggal 10 November. Dan sekarang tanggal 10 November.
” Bar, berhenti melamunnya. Tuh, Bu Ida sudah datang” kata Ali kepadaku.
” Selamat pagi anak – anak. Ibu minta maaf terlambat datang karena tadi ada sedikit masalah dikantor. Sekarang buka halaman 112. Fungsi limit…..”
Sebelum aku membuka bukuku, sekali lagi aku memandang keluar jendela. Orang yang aku maksud sudah berdiri tegak didepan tiang bendera sambil hormat.

***
Para siswa dan guru tiada lagi. Tinggal aku, Ali dan orang gila itu. Aku memang sengaja menunggu momen ini. Aku sangat penasaran dengan orang gila itu. Siapa namanya ? Dimana rumahnya ? Mengapa dia rela berpanas–panasan hanya untuk hormat pada tiang bendera itu ? Padahal hari ini bukan tanggal 17 Agustus, lalu mengapa harus tanggal 10 November ?
Aku mengajak Ali mendekati orang gila itu. Ali bergeming.
”  Ayolah kawan. Apakah kamu ingin melihat aku tidak bisa tidur karena rasa penasaran ini? ” rengekku kepada Ali.
” Akbar, kadang–kadang rasa penasaran kita bisa membunuh kita juga ” kata Ali sok bijaksana.
” Aku kemungkinan tidak akan mati hanya karena menemui orang gila itu dan bercakap– cakap dengannya ” protesku.
Ali menggeleng-geleng melihatku, seakan aku telah menjadi sinting karena diputus pacar. Kurang ajar betul.
” Percuma saja, Bar  ”  kata Ali ” orang gila itu tidak akan mempedulikanmu. Pak kepala Madrasah, pak Bambang, pak Sahal sampai pak Mustaqim si tukang kebun saja tidak mampu membuat orang gila itu mengucap sepatah katapun. Mungkin orang itu bisu ”.
Namun, rasa ingin tahu telah membuatku keras kepala, ” apa salahnya dicoba ” kataku.
Dan mau tidak mau kugelandang Ali mendekati orang gila itu. Ali mengikutiku setengah hati, ragu–ragu, kini aku dan Ali berada dibelakangnya. Sebelumnya, aku belum pernah berada sedekat ini dengannya. Tentu saja, aku ada sedikit rasa takut.
” Permisi….” kataku kepada orang gila itu.
Tidak ada balasan.
” permisi “ kataku lagi.
Masih tidak ada balasan. Kujawil pundaknya karena aku merasa jengkel. Dia balik kanan, menghadap kepadaku dan Ali. Minder. Aku melengos iba.
” MasyaAllah….’’ ujarku dalam hati “ orang gila ini ternyata masih muda. Namun dia, hanya terbalut baju compang–camping, debu tebal melapisi kain dan kulitnya dan ada bekas–bekas cat atau apalah itu. Dan wajahnya, penuh bekas luka ”.
Sebelum aku berkata sepatah katapun, orang gila itu -atau lebih lembutnya aku sebut, pria muda- menurunkan tangannya, merogoh kedalam kantong celananya. Aku was-was, begitu juga Ali.
” Apa yang sedang dia cari? ” bisik Ali.
” Entahlah, aku juga tidak tahu…..” kataku, berbisik. Aku dibuat penasaran oleh orang gila itu.
Aku yakin, dalam kantong celananya yang ciut itu tidak ada apa-apa. Namun, ajaib! Sungguh aku tidak menyangka kalau didalam kantong celananya ada bendera merah putih. Yeah, dia mengeluarkan bendera merah putih. Dan aku heran tak terkira, orang gila ini memberikan bendera merah putihnya kepadaku.
” Ambillah ” katanya dalam suara berat dan serak.
Aku dan Ali mengamati bendera merah putih itu, yang kini berada diatas tanganku. Kainnya lusuh, banyak robekan-robekan kecil dan warna merahnya luntur menjadi pink. Namun, bendera itu seperti mengeluarkan aura yang aku sendiri tidak bisa menafsirkannya. Aku mendongak untuk bertanya mengapa orang ini memberikan bendera merah putihnya kepadaku. Namun, aku malah termangu dalam tanda tanya besar. Orang gila itu sudah tidak ada.

***
Malamnya, kutaruh bendera merah putih menyedihkan itu diatas meja belajar. Kupandangi terus benda itu. Sementara  udara dingin masuk melalui jendela kamarku, pikiranku berkecamuk dalam ketidak pahaman. Dan semakin lama aku menatap bendera itu, semakin aku merasakan sesuatu yang lain. Bendera itu seperti merasakan kepergian yang tidak terucap.
Tiba-tiba sesuatu terjadi, secara misterius kata demi kata terangkai, tertoreh diatas bendera merah putih lusuh itu, kian menjadi sajak puisi yang mengiris ulu hatiku. Dan dengan apa sajak itu ditulis?, hal ini membuat hatiku bergetar hebat. Darah! Bayangkan!! dengan darah.
Aku membaca puisi itu…

Malam itu….
Malam itu ramai…..
Bukan karena kukuk – kukuk burung hantu
Bukan juga karena lolongan kawanan serigala kelaparan
Tetapi karena perang
Merah putih berkibar – kibar diudara
Orang – orang berteriak ” Negeri kita harus bebas, Allahuakbar…..”Dan sekuat tenaga ku penggal leher para penjajah itu.
Dan kini, merdekalah tanah kita
Soekarno-hatta telah mengumumkannya
Namun aku masih terseok dan tertatih
Hari ini….
Gedung-gedung menjulang tinggi
Hotel-hotel berbintang disana-sini
Pasar Swlayan memabukkan pemuda pemudi
Bioskop, Stadion dan jalan-jalan layang beranak
Bersama…..
Manipulasi, kolusi, korupsi, monopoli
Aku merintih…..
Aku menangis……..
Tak ada yang mengenal lagi
Tak ada yang peduli lagi
Pahlawan tanpa nama seperti diriku inI
Yang kini tiada lagi
Setelah sebutir peluru itu menjatuhkanku
Dalam medan tempur itu
Aku telah melayang
Dalam sejarah berdebu
Demi dirimu
Kurelakan jiwa ragaku
Agar engkau bebas
Merdeka
Wahai negaraku
Demi tanah airku

Setelah membaca puisi diatas merah putih itu, aku menunduk seperti orang yang sedang mengheningkan cipta saat upacara. Entah bagaimana aku tahu, namun kini semuanya jelas. Orang gila itu adalah jejaka yang mati dibedil kompeni dalam mimpiku itu. Berarti peristiwa dalam mimpiku itu adalah peristiwa nyata. Dan sekolahku adalah bekas medan pertempuran dalam mimpiku. Dan peristiwa itu terjadi pada tanggal 10 November. Namun mengapa harus aku yang dipilih untuk mengetahui semua ini ?
Jawabannya perlahan muncul. Dibawah sajak puisi itu tertoreh sebuah nama.
RAHAYU
Aku tahu nama siapa itu. Nama nenekku. Tanpa ba-bi-bu lagi, kuambil bendera itu, laluku masukkan kedalam tas cangklong hitamku. Segera aku pergi kerumah paman di desa sebelah. Nenek Rahayu tinggal bersama paman. Usianya sudah udzur 70 tahun. Sementara kakek sudah lama meninggal. Dalam usia 60 tahun.

Kulihat nenek sedang duduk dikursi goyang sambil mendendangkan lagu “ gambang suling “ Nenek memang suka sekali dengan lagu-lagu tradisional.
Aku sebenarnya kurang begitu suka dengan lagu semacam itu. Namun, kalau nenek Rahayu yang menyanyikannya, maka aku akan terbawa dalam alunan lagu itu seperti mendengarkan musik pop kesukaanku.
Namun, kedatanganku kesini bukan untuk meminta dinyanyikan nenek. Segera aku menemui nenek, kuucapkan salam, kukecup tangannya, kuambil bendera merah putih itu dari dalam tas cangklongku, Kuserahkan kepada nenek.
Nenek tampak terkesiap. Mata dibalik kacamatanya memandang bendera itu. Mulutnya tertutup diam, yang terjadi kemudian adalah hening.
Dan perlahan, sebutir air jatuh dari pelupuk mata nenek. Membasahi pipi nenek yang keriput. Dipeluknya bendera itu, seolah-olah bendera itu adalah sesuatu yang dirindukan nenek semasa hidupnya. Semakin deras air mata terjatuh.
” Dia berjanji akan menikahiku setelah pulang dari perang itu. Namun dia tidak menepatinya. Dia pulang tanpa nyawa, dan aku bangga kepadanya, dia rela berkorban membela bangsa dan negara. Dia lelaki tangguh ” kata nenek, rindu, mengenang ” Mas Jaka, aku selalu mencintaimu. Dan aku tahu sampeyan juga mencintaiku ”.
***
Besok paginya. Aku menggali lubang didepan tiang bendera sekolahku. Kupendam bendera merah putih itu.  Kemudian, aku mendoakan pemilik bendera merah putih itu. Dan aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan pengorbanannya demi bangsa ini. Aku akan lebih giat belajar supaya bisa berguna bagi bangsa tercinta ini.
***
10 November berikutnya, tidak ada lagi yang pernah melihat orang gila atau pemuda compang camping atau pahlawan itu berdiri didepan tiang bendera sambil hormat.